Petrus Kenga


Bajawa Utara 19 September 2014 merupakan hari dimana aku mulai berkembang terbang bersama awan . Hari hari dimana aku meninggalkan titik amanku menuju titik diamana aku tidak tahu itu. Deru angin menyapa diriku dengan hiliran sedikit dengan penuh malu. Awan yang tersipu menyembunyikan dirinya di belakang matahari.  Seribu harapan yang ku impikan sejak 5 tahun yang lalu, aku pertaruhkan hari ini. Pertaruhan hati, jiwa ragaku ku pertaruhkan pada momen yang sebenarnya merupakan upgrading hidubku yang dari kayu menjadi kertas.
Ribuan sapi menyambutku dengan aunganya yang sangat riuh. Tampa sengaja aku melihat rumput yang sangat hijau di atas bukit nan indah disana. Saat ku memandang aku berharap aku sampai disana suatu hari nanti. Roda kuda besi berjalan seperti deru ombak dipantai, tanpa kusadari sebelumya ternyata aku berjalan diatas bukit bak berjalan di atas awan. Bajawa kota seribu kabut di ujung NTT yang sangat indah, seperti tempat yang aku temui tak kala naik merapi diu pulau jawa.
Kabut yang sangat pekat kurasakan seperti hidub dalam negeri dongeng pangeran kodok dan putri Zena pun perlahan lahan menipis. Tiga jam aku sudah berada di atas roda besi yang melaju mengikuti simpul gunung. Rumput yang hijau diantara gersangnya syahbana flores pun mulai semakin dekat. Alhamdulilah ternyata tempat yang kuanggap sebagai surge para sapi yang kelaparan itu adalah tempat dimana aku bertugas. Rumput yang rimvbun nan hijau seakan bergoyang sesuai irama mempersilahkan aku untuk lewat di sela-selanya.
Bangunan yang sangat bagus diantara gersangnya daratan  Bajawa Utara yang aku injak ini ternyata adalah sekolah SMK pertama di kecamatan ini. SMK Bajawa Utara adalah tempat mengabdiku sesuai dengan pembagian dari kabupaten. Aku adalah guru dari program Sm3t yaitu Sarjana Mengajar di Daerah terdepan Terluar tertinggal. Angin yang menyambutku dengan hembusan mesranya seakan akan berhenti dengan tenggelamnya matahari. Sinar lampu dari senter merupakan satu satunya penerangan pada malah ini. Hari pertamaku aku habiskan dengan cara mengobrol bersama teman baruku disana, Pak Beni adalah orang pertama dan nantinya menjadi teman satu kamarnya.
Indahnya malam tanpa TV adalah hal yang sangat kontra sekali dengan kehidupanku di Jawa. Hidub bersama penerangan yang layak bersama dengan kemajuan teknologi yang sangat cepat, seakan hilang besama dengan kegelapan malam. Malam ini merupakan malam terhebat yang akan menjadi kenangan hidubku di flores. Dinginya malam flores di gantikan dengan dinginya pagi senja Bajawa Utara yang memukau hatiku. Kabut yang ada dianta rumput rumput yang hijau berlahan pergi dan menipis ditandai dengan matahari yang muncul dengan senyumnya.
Hari ini adalah hari pertamaku mengajar masuk kelas, perkenaklanku pertama disambut dengan banyak pertanyaan oleh para anak-anak. Namun ada pertanyaan dari satu murid yang membuatku sangat terkesan,” Pak Guru saya mau bertanya,bagaimana menjadi seperti pak guru yang bisa sampai daerah terpencil dan bertemu kami?saya pingin seperti pak guru”. Pertanyaan anak ini sangat menyentuh bagiku, pertanyaan ini seperti member isyarat bahwa kami ingin menjadi bagian dari Indonesia yang mengabdikan diri kepada nusa dan bangsa seperti aku.
Setelah aku bertanya kepada teman guru ternyata namanya adalah Petrus Kenga. Bagi orang yang lain mungkin dia bukanlah orang yang special karena pembawaanya yang urakan. Setelah ku lihat biodatanya ternyata umunya hanya terlampau 2 tahun dengan ku, dan seumuran dengan ibu guru lainya. Kenga masuk SMK pada saat umur 21 tahun, bukan karena keterbatasan uang atau tidak disekolahkan orang tuanya. Sekolah selama tiga tahun di kabupaten sebelah ternyata hanya m endapatkan nama saja, dia tidak pernah masuk sekolah selama dua tahun dan hidub dijalan. Pengetahuan akademisnya sama teman temanya, namun saking lamanya hidub tidak sekolah menyebabkan dia sulit menyesuaikan dengan teman-temanya.  Hal yang membuat  aku kagum darinya adalah dari banyaknya anak dikelas itu, hanya dia yang bercita-cita menjadi guru. Kesalahan yang dia lakukan pada masa dahulu ingin dia tebus dengan pengabdian. Pengabdianya akan digunakan agar anak anak lainya tidak bernasib seperti dia di waktu muda dan menjadi penerang Bajawa Utara.
“Jangan jadi kemiri namun jadilah cendana yang member harum seluruh bumi”
“Jika cinta tinggalah, jika cita kejarlah”
“Sejauh jaunya kita melangkat, hanya ibu yang di depan kita”

0 komentar: