Politik Babi Hutan


Babi hutan adalah merupakan hama yang paling merugikan diantara para petani, khususnya petani lading. Babi hutan biasanya merusak kebun dengan cara mengobrak abrik kebun yang telah dirtanami dengan tumbuhan-tumbuhan. Tumbuhan yang telah berkembang di makan umbinya dan dirobohkan batangnya untuk dimakan pucuk daunya. Babi hutan biasanya hidub dalam kelompok kecil sebagai bagian dari regu yang siap untuk merusak pertanian masyarakat. Namun diantara sifat jelek babi hutan ternyata dapat sebagai milai untung oleh sebagian manusia. Babi hutan yang dianggap liar dan sulit dijinakan menjadi langganan buat para pemburu untuk mengejarnya. Bahkan ada oknum oknum nakal yang memanfaatkan ataupun menyalahgunakanya.
Banyak yang mengira kegaduhan politik yang terjadi dalam negeri yang sebesar Indonesia ini adalah terjadi alami karena perbedaan pendapat dan pemikiran. Namun kalau di tarik garis lurus, mungkinkah adanya saling menyalahkan jiga terjadi sinergi yang bagus antara para penguasa. Untuk menutupi dan mengalihkan isu yang ada, babi hutan yang harusnya tinggalnya di hutan akhirnya dilepas di masyarakat. Babi hutan ini berupa dengan isu atau hal hal yang sifatnya merusak dan seolah olah menjadi polemik di masyarakat. Meningkatnya media masa sebagai kekuasaan politik baru menambah runyamnya isu yang ada. Babi yang awalnya dilepas satu kandang, beranak pinak menjadi membanjiri negeri ini. Polemik yang disebabkan oleh babi hutan menyebabkan kegaduhan yang sangat spektakuler dan menutupi apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini.
Ketika polemik yang dirasakan sangat merugikan masyarakat dan mengganggu stabilitas nasional sehiungga menjadi top hit berita di bermacam macam media, disinilah para pemburu muncul. Pemburu ini bukan pemburu yang menuntaskan hama babi yang ada di masyarakat, namun pemburu ini adalah orang yang menyebarkan hama itu. Pemburu politik seperti antivirus untuk menangkal virus yang dibuat sendiri. Sebenarnya hal tersebut sudah biasa dan masyarakat sudah tau endingnya, namun karena politik media yang menghiperbolakan sesuatu untuk kepentinganya, menyebabkan munculnya pahlawan pahlawan baru yang sebenarnya hanya memanfaatkan siasatnya.
Kepercayaan masyarakat akan politik bukan karena rakyat tidak ingin merubah bangsa, namun karena politik sekarang ini mudah di tebak, yang berkuasa adalah yang punya siasat untuk menjatuhkan bukan politik yang membangun bangsa.



0 komentar: