Jenis jenis Korupsi menurut UU no 20 tahun 2001 dan Para Ahli

Sumber gambar: Konfrontasi.com
Korupsi dan koruptor berasal dari bahasa latin corruptus, yakni berubah dari kondisi yang adil, benar dan jujur menjadi kondisi yang sebaliknya. Sedangkan kata corruptio berasal dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat, atau disuap. Korupsi bukan lagi hal yang asing bagi masyarakat Indonesia, setelah revormasi berhembus dan kebebasan pers ditegakan, hamper setiap hari berita di media masa berisikan tentang korupsi.

Masyarakat sudah sangat hafal dengan kata korupsi, kata ini menggambarkan para aparat Negara dan pihak pihak yang merugikan keuangan Negara dan asas keadilan. Masyarakat bahkan menggambarkan mereka sebagai tikus tikus got pemakan sampah. Istilah korupsi sangat beragam, jika ditanya korupsi adalah pedangangpasti jawabnya tentang timbangan atau selisih harga, jika yang ditanya petani pasti yang dijawab tentang mahalnya pupuk karena skandal korupsi, murahnya beras karena dikorupsi, jika Tanya kepada anak anak pasti jawabnya uang jajan dikorupsi.

Korupsi bukan lagi sebagai momok yang mendarah daging bagi orang yang menggunakan uang Negara, namun sudah mendarah daging sampai ke anak anak dan orang tua. Negara sebagai leader of law dirasa harus memberikan contoh yang baik bagi masyarakatnya.
Berikut adalah macam macam korupsi menurut UU no 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999. Secara jika membaca secara seksama UU ini maka akan banyak sekali jenis jenis korupsi yang ada, namun kita akan merangkumnya dalam sub pokok yang lebih mudah dipahami 

1. Kerugian keuangan negara

Kerugian negara bisa masuk dalam arti delik formil yang unsur "dapat merugikan keuangan negara". Seharusnya diartikan merugikan negara dalam arti langsung maupun tidak langsung. Dalam logika, suatu tindakan otomatis dapat dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian negara.

2. Suap-menyuap

Untuk mengetahui pengertian suap- menyuap dapat kita lihat dalam rumusan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang No. 11 tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap, dalam ha ini pemberi suap ataupun janji juga mendapatkan hukuman, apalagi yang menerimanya.

3. Penggelapan dalam jabatan

Penggelapan dalam masa jabatan akan seperti orang yang merasa memiliki barang orang lain, namun tidak merasa. Banyak orang yang sudah punya jabatan lupa akan barang barang yang mereka pakai. Kepala sekolah biasanya yang serin disorot karena menggunakan fasilitas dan penggunaan dan anak anak.

4. Pemerasan

pemerasan adalah tindakan/ perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri

5. Perbuatan curang

Untuk memahami unsur unsur perbuatan curang dalam tindak pidana korupsi, bisa dilihat rumusan pasal 7 dan pasal 12 huruf h UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001


6. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya dengan ketentuan\
Apa gratifikasi?
Garatifikasi adalah proses dimana memberikan hadih sebagai suap atau sebagai pelicin dalam kewenangan. 


Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):

Korupsi menurut amien rais?

1. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 

2. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi. 
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.


Korupsi menurut  Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:
1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan. 
2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri. 
3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana. 
4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya. 
5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras. 
6. Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak. 
7. Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu. 
8. Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi. 
9. Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul. 
10. Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi; membuat laporan palsu. 
11. Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemrintah. 
12. Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman uang. 
13. Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan. 
14. Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan. 
15. Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya. 
16. Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap. 
17. Perkoncoan, menutupi kejahatan. 
18. Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos. 
19. Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan.


Sumber reverensi :

    Anwar, Syamsul, 2006, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).
    Azhar, Muhammad, 2003, Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY, Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi.
    Fawa’id, Ahmad,dkk, 2006, NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih, Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
    Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006, Memahami Untuk Membasmi; Buku Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
    Nasir, Ridwan, 2006, Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS.
    Pope, Jeremy, 2003, Strategi Memberantas Korupsi; Elemen Sistem Integritas Nasional, (terj.) Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

web.
https://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-korupsi.html
http://pencegahankorupsi.blogspot.co.id/2016/06/7-kelompok-tindak-pidan-korupsi-menurut.html

0 komentar: